Oleh :
DIAN FITRI YANTY ANUDATO
MTP/M. 0211002-Badai Binaiya
MATEPALA UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
Dianfitriyantyanudato@ymail.com
Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan bakau. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari genangan di saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas pesisir pantai di daerah tropis & sub tropis yang didominasi oleh tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik.
Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat luas. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, dan species lainnya. Selain itu, hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia, dan berbagai jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mangrove menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan canopy yang rapat dan kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut, dan gaya-gaya kelautan ganas lainnya.
Secara ekonomi, kayu yang terdapat di hutan mangrove sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, arang, dan bahan baku kertas. Hutan mangrove sering dikonversi menjadi menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, tambak, dan peruntukan lainnya. Selain itu, hutan mangrove dapat dimanfaatkan untuk industri peternakan lebah madu dan ekowisata.
Berbagai macam fungsi dan manfaat hutan mangrove itu sendiri, antara lain : hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai : penahan abrasi pantai, penahan intrusi (peresapan) air laut, penahan angin, menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.
Secara Biologi hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai : tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang); sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem; tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.
Dilihat dari fungsi dan manfaat sosial dan ekonomi, hutan mangrove juga berfungsi dan bermanfaat sebagai : tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian); penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah, penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit, penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain), tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap dan gula nipah.
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :
· Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
· Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.
· Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
· Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
· Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif
· Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
· Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
· Rekreasi dan pariwisata
Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.
· Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
· Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
· Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
· Memelihara iklim mikroEvapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
· Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
Peluang Hutan Mangrove :
1. Hutan mangrove di jadikan sebagai eko wisata bahari
Hutan mangrove ini sendiri mempunyai banyak manfaat yang dapat di ambil sebagai pembelajaran. Karena mempunyai banyak fungsi dan maanfaat yang dapat menguntungkan.
Lima pedoman yang harus dikenali dan dipatuhi oleh para pelaku ekowisata adalah pendidikan (education), pembelaan (advocacy), pengawasan (monitoring), keterlibatan komunitas setempat (community involvement) dan perlindungan (conservation).
Aspek pendidikan menjadi bagian utama dalam pengelolaan ekowisata karena membawa misi sosial untuk menyadarkan keberadaan manusia, lingkungan dan akibat yang akan timbul bila terjadi kesalahan dalam manajemen pemberdayaan lingkungan global. Dalam penjabaran misi tersebut seringkali berbenturan dengan perhitungan ekonomis atau terjebak dalam metode pendidikan yang kaku. Pembangunan infrastruktur pariwisata secara berlebihan justru pada akhirnya menyebabkan perlindungan terhadap keunikan kawasan wisata menjadi tersisih dikalahkan oleh industri pariwisata massal. Padahal salah satu tujuan ekowisata harus mampu manjabarkan nilai kearifan lingkungan dan sekaligus mengajak orang untuk menghargai apapun yang walaupun tampaknya teramat sederhana. Pada hakikatnya dengan kesederhanaan itulah yang menjadi pedoman masyarakat sekitar kawasan wisata mempertahankan kelestarian alamnya. Dengan demikian keterlibatan masyarakat sekitar sebagai pengawas menjadi teramat penting. Hal lain yang harus diperhatikan adalah perkembangan budaya dalam masyarakat asli di sekitar kawasan ekowisata yang berbeda dengan budaya para wisatawan. Disadari atau tidak lambat laun akan terjadi pergeseran budaya yang mungkin dapat melenyapkan budaya asli. Idealnya dalam suatu kawasan ekowisata timbul suatu keterikatan dan rasa saling menghormati antar komunitas penduduk asli dengan wisatawan. Untuk meminimalkan dampak yang timbul di kemudian hari diperlukan integritas, kualitas, loyalitas dan kemampuan pengelola dalam melaksanakan pengawasan.
Kegiatan ekowisata menjadi suatu jenis wisata yang lebih mahal harganya dibandingkan dengan jenis wisata lain, mengingat pengelolaan kawasan ekowisata harus mengendalikan kuantitas dan kualitas pengunjung.
2. Hutan mangrove sebagai tempat perlindungan
Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut dan tergolong dalam ekosistem peralihan atau dengan kata lain berada di tempat perpaduan antara habitat pantai dan habitat darat yang keduanya bersatu di tumbuhan tersebut. Hutan mangrove juga berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Pada hutan mangrove: tanah, air, flora dan fauna hidup saling memberi dan menerima serta menciptakan suatu siklus ekosistem tersendiri. Hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga).
3. Hutan mangrove sebagai tempat penelitian
Dikatakan sebagai tempat penelitian karena banyak peneliti atau mahasiswa yang melakukan penelitian di Hutan Mangrove tersebut. Contohnya saja penelitian tentang hutan mangrove sebagai penyerap dalam penanganan penurunan pemanasan global.
Peranan Hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas. Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting yang diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya yang lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 30oC lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti diuraikan diatas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan.
Menurut ilmuan, hutan dapat menyerap karbon karena hutan adalah tempat sekumpulan pohon yang memiliki aktifitas biologisnya seperti fotosintesis dan respirasi. Dalam fotosintesis pohon (tanaman) menyerap CO2 dan H2O dibantu dengan sinar matahari diubah menjadi glukosa yang merupakan sumber energi (sebelumnya diubah dulu melalui proses respirasi) tanaman tersebut dan juga menghasilkan H2O dan O2 yang merupakan suatu unsur yang dibutuhkan oleh oranisme untuk melangsungkan kehidupan (bernapas). Sehingga, hanya dengan mengetahui dan memahami hal tersebut kita harus sadar bahwa hutan sangat dibutuhkan manusia untuk menyerap carbon yang berlebih dalam atmosfer.
Demikian halnya dengan keberadaan hutan mangrove sebagai penyerap karbon, Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon. Tumbuhan mangrove memiliki banyak daun sehingga lebih berpotensi menyerap carbon lebih banyak dari tumbuhan lain.
Dalam konferensi tingkat dunia yang dilaksanakan di Bali bulan Desember 2007, menempatkan hutan mangrove salah satu faktor yang dapat memberikan kontribusi dalam menekan perubahan iklim. Kaitannya dengan perubahan iklim adalah keberadaan hutan mangrove sebagai penyerap panas (gas karbondioksida). Salah satu gagasan utama yang dibahas dalam konferensi Bali adalah melalui mekanisme perdagangan karbon.
4. Hutan mangrove sebagai tempat pemberdayaan pengelolaan dan pelestarian
Saenger (1999) menyatakan bahwa terdapat mata rantai antara kondisi lingkungan, kondisi ekonomi dan kondisi penduduk yang merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
Sedangkan menurut Bengen (2001) pengelolaan hutan mangrove menyangkut dua konsep, yaitu perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove. Pola pengawasan pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan transparansi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi (Santoso, 2000).
Model pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove di daerah penelitian didapatkan melalui Focus Group Discussion (FGD) sehingga ide-ide dan keputusan-keputusan memang dibuat oleh penduduk itu sendiri. Harapannya adalah, model ini memang dapat dilaksanakan karena sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh penduduk. FGD dilaksanakan di enam lokasi sampel yaitu (diurutkan bari barat ke timur) Desa Gerongan
Kecamatan Kraton, Desa Semare Kecamatan Kraton, Kelurahan Tambaan Kota Pasuruan, Kelurahan Panggungrejo Kota Pasuruan, Desa Kedawang dan Desa Penunggul keduanya Kecamatan Nguling. Setiap Desa diikuti sekitar 20 – 25 peserta (dibagi dalam 3 kelompok) yang terdiri atas perangkat Desa/Kalurahan, pengurus kelompok mangrove (jika ada), tokoh masyarakat, pemilik tambak dan nelayan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43).
5. Masalah-masalah yang sering terjadi di hutan mangrove di Desa Lateri dan Desa Passo, Kecamatan Baguala
* Terjadinya pengendapan dan sedimentasi yang berlibihan sehingga dapat berakibat fatal bagi mengrove itu sendiri dengan tertutupnya akar nafas (pneumatofor). sedimentasi besar-besaran terjadi akibat pembangunan kompleks perumahan. Ekosistem rusak, belum lagi kerugian lainnya yang timbul bagi masyarakat sekitar. Sebelumnya,perlu diluruskan, bahwa kebanyakan masyarakat Maluku khususnya di Kota Ambon menyebutkan mangrove sebagai bakau dan mange-mange,itu benar. Namun, yang disebutkan adalah jenisnya (spesies), sedang yang terlihat adalah komunitasnya dan lebih dari satu jenis.
* Adanya samapah-sampah rumah tangga yang mengandung bahan kimia pencemar yang dapat berakibat fatal bagi kehidupan hutan mangrove tersebut dan segala ekosistem yang berada di sekitar hutan mangrove sehingga hutan mangrove itu sendiri semakin berkurang.
* Kondisinya semakin parah karena terjadi perambahan dan perubahan fungsi kawasan secara ilegal seperti pengusahaan tambak dan munculnya permukiman.
DAFTAR ACUAN :
· Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M.Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
SEMOGA BERMANFAAT... :) :) :)